Horse Archer adalah kavaleri yang bersenjatakan busur dan panah, penunggang harus bisa melepaskan kedua belah tangan dari tali kekang, dan juga harus memiliki kemahiran menunggang yang tinggi.
Sejarah Bukti awal pemanah berkuda digambarkan dalam ukiran Assyria, dimana ada dua penunggang kuda, satu orang mengendalikan kuda sementara orang yang satunya lagi sedang memanah.
Pemanah berkuda juga identik dengan Kavaleri Ringan kaum nomad di padang rumput stepa. Mereka yang diketahui pernah menggunakan pemanah berkuda adalah bangsa Assyria, Scythia, Sarmatia, Parthia, Hun, dan Mongol. Di Jepang, pemanah berkuda dikenal sebagai Yabusame. Saat menarik busur, pemanah harus memusatkan titik-berat tubuhnya di belakang tangan yang memegang busur, yaitu dengan berdiri kaku.
Namun panah memang memiliki daya-bunuh yang rendah, sehingga tidak berguna dalam pertempuran jarak dekat. Dengan demikian, pemanah tanpa kuda amat lemah, terutama jika harus menghadapi pasukan berlapis baja. Sebaliknya, berat tubuh pemanah ditanggung oleh kuda, mampu menarik busur dan melepaskan anak panah sambil bermanuver.
Taktik yang paling mashyur adalah pemanah berkuda bangsa Parthian, menjauhi musuh sambil terus memanah (dikenal dengan istilah Parthian arrow yang artinya memanah ketika menjauh). Senjata yang umum digunakan pemanah berkuda adalah recurve bow, karena busur ini cukup kecil untuk digunakan sambil berkuda dan namun masih memiliki jarak dan daya tembus yang memadai.
Pemanah Berkuda tidak memerlukan baju pelindung, agar bisa menunggang kuda dengan ringan seperti kuda poni. Ini menyebabkan perlengkapan mereka murah dan pergerakan yang strategis.
Kelemahan pemanah berkuda adalah terganggunya ketepatan memanah akibat pergerakan kuda. tapi kelemahan itu bisa diatasi dengan diciptakannya sanggurdi, pemanah berkuda dapat berdiri pada sanggurdi untuk menyerap pergerakan kuda. Metode lain untuk membantu memanah dengan tepat adalah dengan memanah di antara derap kuda.
Pemanah berkuda memainkan peranan penting dalam Pertempuran Carrhae dan Liegnitz. Dalam kedua pertempuran itu, pemanah berkuda memenangi pertempuran karena musuh bergantung pada pertempuran yang berhadap-hadapan. namun akhirnya peran Pemanah berkuda tergantikan dengan berkembangnya senjata api modern.
Salah satu tokoh perang yang memenangkan pertempuran pertamanya melawan pemanah berkuda adalah Alexander Agung. Ia mengalahkan pasukan Scythia pada 329 SM dalam Pertempuran Jaxartes (di sungai Syr Darya). Jaxartes merupakan batas di timur laut dari wilayah kekuasaan Alexander di Asia, dan ia tidak pernah mencapai wilayah yang jauh lagi karena merupakan tempat para pengedara kuda nomaden yang tangguh.
Ada juga Beberapa pemimpin pasukan lain yang pernah mengalami pengalaman yang mengerikan saat menghadapi pasukan pemanah berkuda, di antaranya adalah Crassus dalam Pertempuran Carrhae. Pertempuran Hattin di Abad pertengahan adalah contoh peran besar pemanah berkuda dalam mengalahkan pasukan berbaju besi, melalui serangan yang berkelanjutan.
Bangsa Mongol menggunakan taktik yang serupa saat berjayanya Kekaisaran Mongolia yang membentang dari China sampai Eropa Timur, Pemanah berkuda di Mongol disebut Mangudai yang dijuluki Kavaleri Emas.
.
.