Rabu, 09 Maret 2011

Hoplite



Hoplite Sparta, dengan ciri Huruf Lambda pada perisainya, 
menunjukan inisial dari Laconia, Nama wilayah Sparta

Hoplite adalah pasukan elit lapis baja Bangsa Yunani Kuno, merupakan jenis infantri berat yang terkenal dengan formasi Phalanx.



Hoplite (bahasa Yunani: Hoplitēs ὁπλίτης; pl ὁπλίται hoplitai) berasal dari kata "hoplon" yang berarti perisai, Namun pada akhirnya hoplite istilah umum untuk infantri berlapis baja, khususnya di Carthage.

Setiap pasukan Hoplite dilengkapi dengan Hoplon (perisai bulat besar dari kayu yang dilapisi perunggu), Doru (tombak 2m), Etrusca (helm berambut) dan Xiphos (semacam pedang pendek). berbeda dengan Hoplite Sparta yang ditambah dengan pedang Kopis (pedang melengkung yang mematikan).

Perisai mereka harus mampu melindungi prajurit lain di sisi kiri, dan memiliki berbagai jenis gambar tergantung asal mereka, begitu juga dengan warna rambut pada helm mereka, dan pemimpin Hoplite selalu memakai helm dengan rambut yang vertikal.

Spartan WeaponsSpartan Weapons


Sebagian besar warga kota Yunani (khususnya pria) harus menerima latihan militer dasar dalam jumlah waktu tertentu. Mereka diharapkan dapat mengambil bagian dalam kampanye militer ketika ada panggilan untuk tugas dan perang.

Warga Lacedaemonian (Sparta) dikenal dengan sistem pelatihan militer seumur hidup dan kecakapan militernya yang professional, sementara pria Athena dibebaskan dari wajib militer saat mereka berumur 60 tahun.


Struktur mereka dalam berperang, biasanya Hoplite didampingi oleh Balearic Slinger dan Peltast atau pelempar tombak/Skirmisher


Hoplite dulu digunakan dalam peperangan antar kota sebelum Yunani bersatu, Sampai mereka harus menghadapi invasi Bangsa Persia, individu kota-kota di Yunani tidak bisa lagi berjuang secara mandiri. jadi selama Perang Yunani-Persia (499-448 SM) dibentuklah aliansi antara kota (kota yang berbeda-beda tiap waktu ke waktu) untuk berjuang bersama menghadapi Persia. 

Selama periode itu, para tenaga kerja dikumpulkan dan sumber daya keuangan untuk kepentingan militer. yang secara otomatis mengubah skala peperangan dari antar kota menjadi antar negara dan juga jumlah tentara yang terlibat, dan Hoplite terbukti jauh lebih unggul dari pasukan Immortal Persia pada Pertempuran Marathon, Thermopylae, dan Plataea.



hoplite dengan formasi phalanx


Namun Hoplite mengalami kemunduran saat pertempuran di Peloponnesia. Semakin tingginya ketergantungan pada angkatan laut, skirmisher, tentara bayaran, tembok kota, dan artileri, karena saat itu Hoplite kesulitan menghadapi pasukan skirmisher dan pemanah Persia yang jumlahnya sangat banyak. Akhirnya Peltast lebih banyak digunakan oleh Yunani selama Perang Peloponnesia. Akibatnya hoplite harus mengurangi penggunaan baju besi dan membawa pedang pendek, yang membuat hoplite menjadi infantri ringan.

Saat Perang Yunani-Persia berakhir, Athena dan Sparta menjadi kekuatan yang mendominasi Yunani, mereka selalu bersaing dalam berbagai konflik internal.




Hoplite yang bertempur dalam formasi phalanx akhirnya ditinggalkan setelah naiknya reputasi Kavaleri dalam pertempuran. Posisi phalanx yang kaku bisa menjadi bumerang oleh pasukan kavaleri yang bermanuver cepat dan menyulitkan hoplite karena harus bergerak mengikuti manuver musuh jika mereka bertempur di dataran terbuka.

Di akhir era hoplite, taktik yang lebih efektif dikembangkan, khususnya oleh Epaminondas di Thebes. Taktik yang kelak menginspirasi raja Philip II (ayah Alexander Agung) dari Macedonia, yaitu Phalanx Macedonia. Meskipun itu hanyalah pengembangan dari hoplite, Phalanx Macedonia jauh lebih fleksibel, karena merupakan gabungan dari senjata infantri yang berbeda, Mereka akhirnya mampu mengalahkan pasukan besar hoplite Yunani terakhir di Pertempuran Chaeronea (338 SM), saat Athena dan sekutunya bergabung dengan kerajaan Macedonia.





.