Rabu, 19 November 2014

Kebohongan Tragedi Pembunuhan 6 Juta Orang Yahudi di Jerman




A. Akar Kebencian Bangsa Jerman Pada Yahudi

Kenangan akan sebuah lokasi di Polandia, bernama kamp Auschwitz, masih menyisakan trauma mendalam bagi bangsa Yahudi. Orang-orang Yahudi yang ditakuti Hitler dianggapnya akan memicu Revolusi Bolshevik sebagaimana yang terjadi di Rusia sehingga menghancurkan negeri para Tsar (gelar raja-raja Rusia dahulu) itu.

Karenanya, Yahudi dijadikan Hitler sebagai musuh yang harus segera dibinasakan sebelum mereka sempat memupuk kekuatan. Ada juga teori yang mengatakan bahwa Hitler sangat khawatir dan kesal dengan propaganda The Protocol of Zion milik bangsa Yahudi yang bercita-cita menjadi pemimpin dunia.



Kemudian, kebencian terhadap bangsa Yahudi yang melanda rakyat Jerman dipicu oleh sikap masyarakat Jerman keturunan Yahudi yang menentang keinginan Jerman untuk berperang. Ras Arya, yang merupakan mayoritas di Jerman, menganggap orang-orang Yahudi sebagai ‘parasit’, yakni, "Mau mendapatkan kemakmuran dari negara Jerman, tapi menolak membela negara untuk berperang." Bahkan, Hitler menyebut orang-orang Yahudi Jerman sebagai sekumpulan imigran yang merugikan Jerman.

Akhirnya, rakyat Jerman yang banyak menjadi buruh para juragan Yahudi, mendukung penuh sikap Hitler. Mereka menyebut diri mereka sebagai korban-korban penindasan ekonomi oleh orang-orang Yahudi di negara sendiri.





B. Desain Kematian Untuk Yahudi

Hitler yang dibantu bala terntaranya, mulai mengatur rencana dengan menggiring para tawanan Yahudi yang terdiri atas laki-laki, perempuan, dan anak-anak.


Di kamp-kamp konsentrasi milik Jerman, mereka dipaksa bekerja dan jarang diberi makanan serta obat-obatan. Sejarah pun mencatat ada sekitar 12.000 orang Yahudi setiap harinya dibakar dan dipaksa untuk menghirup gas sianida di ruangan-ruangan pengap hingga tewas. Era kelam ini disebut holocaust yang dalam istilah Yahudi berarti terbakar atau bencana.




Tekanan kepada orang-orang Yahudi bermula dari gerakan antisemit (antizionis) yang disuarakan pemerintah. Tentara dan masyarakat bahu-membahu memberantas bisnis-bisnis para imigran Yahudi pada 1933 hingga 1935. Puncaknya, pada September 1935 dilakukan sebuah gerakan yang disebut sebagai The Final Solution (solusi akhir) yang dicanangkan melalui sebuah konferensi di Nurenberg.



Sinagog tempat ibadah orang Yahudi


Orang-orang Hitler segera mendata asal usul kelahiran dan juga data-data mengenai perkimpoian dan kematian penduduk Jerman keturunan Yahudi. Sinagog-sinagog (tempat ibadah orang Yahudi) diperiksa untuk mencari data-data. Razia pun dilakukan di perkampungan-perkampungan yang menjadi komunitas imigran Yahudi. Tidak ada perlakuan berbeda terhadap laki-laki, perempuan, maupun anak-anak. Mereka semua digiring masuk ke truk-truk serdadu dan dikirim ke lokasi penahanan di wilayah Auschwitz, Polandia. Dari sinilah awal ketakutan bermula.



Lokasi penahanan di wilayah Auschwitz


Mereka (para tawanan Yahudi) digiring dalam keadaan kurus kering, lapar, dan telanjang ke dalam kamar-kamar pengap yang sudah dipasang pipa-pipa. Mereka tak mengerti untuk apa pipa-pipa di atas kepada mereka. Setelah ditinggalkan di kamar tersebut, pipa-pipa itu mengeluarkan gas sianida. Saat mereka menghidup, racun sianida itu pun masuk dalam paru-paru dan meracuni sel-sel darah mereka.

Ada juga versi lain yang mengatakan bahwa tentara Jerman juga menyuntikkan zat kimia zyklon-B dengan dosis melebihi ambang batas sehingga sedikit demi sedikit mereka menjadi kurus kering dan membuncit (seperti malnutrisi). Zat tersebut mengambil asupan gizi dengan mempercepat reproduksi epidemi dan bakteri sehingga orang Yahudi mengidap malnutrisi.



Lalu, mereka yang sudah tak berdaya, diseret ke kamar gas dan sebagian lagi dibakar. Peristiwa ini dipropagandakan sebagai holocaust, sebuah tragedi genosida massal yang memakan enam juta orang korban dari bangsa Yahudi.





C. Ketika Gerakan Antisemit Mempertanyakan Kebenaran

Israel mengklaim bahwa lebih dari enam juta orang Yahudi tewas pada masa kekejaman Hitler dan pasukan Nazinya menguasai Eropa. Orang-orang Yahudi ditangkap dan dipenjarakan dalam kamp-kamp konsentrasi Jerman. Mereka dibiarkan kelaparan, disiksa, dan dijadikan kelinci percobaan senjata kimia buatan para ahli Jerman. 

Propaganda inilah yang menjadi keyakinan masyarakat dunia sejak lama. Hingga kemudian seorang Ahmadinejad (Presiden Iran) muncul dan berkata, "Holocaust itu sebuah kebohongan!".



Presiden Iran Ahmadinejad


Tidak hanya pemimpin Iran itu yang yakin bahwa Israel telah merekayasa jumlah Yahudi yang menjadi korban Nazi, tetapi Presiden Venezuela juga membantah keras klaim 6 juta orang yang selama ini dipercaya. Keduanya yakin bahwa angka tersebut hanya bentuk propaganda Israel untuk mencari simpati dunia agar melupakan kekejaman dan penjajahan Israel sendiri terhadap negara-negara Islam di Timur Tengah, khususnya Palestina. Hal ini juga merupakan strategi Israel agar dunia merasa berhutang kepada bangsa Yahudi. Terbukti bahwa Israel merupakan negara penerima bantuan keuangan dan teknologi paling banyak dari para raksasa ekonomi dan teknologi internasional.




Wilayah Palestina menyusut sejak periode 1946-2005 dikarenakan kekejaman Zionis Israel





D. Penyelidikan Berujung Penjara
Para penentang holocaust biasanya disebut sebagai ‘revisionis’. Mereka aktif melakukan penyelidikan kebenaran peristiwa kelam holocaust, meskipun telah ada ancaman dari sepuluh negara Eropa bagi siapa saja yang meragukan kebenarannya. Mereka akan dituduh sebagai antisemit dan akan ditangkap serta dipenjarakan di sejumlah negara, termasuk Perancis, Polandia, Austria, Swiss, Belgia, Rumania, dan Jerman sendiri.

Presiden Palestina terpilih, Dr. Mahmoud Abbas, dalam disertasinya meragukan kebenaran keberadaan kamar gas yang digunakan untuk membunuh orang-orang Yahudi. Ia mengatakan bahwa angka korban Yahudi yang terbunuh tak lebih dari 1 juta orang, bukan 6 juta.



Presiden Palestina Dr. Mahmoud Abbas


Tak hanya itu, dari kalangan ilmuan barat sendiri ada beberapa yang menyangkal kebenaran holocaust, seperti Roger Garaudy (pengarang asal Perancis), Prof. Robert Faurisson (ilmuan asal Inggris), Ernst Zundel (tokoh revisionis kelahiran Jerman), dan David Irving (ahli sejarah asal Inggris). Ironisnya, hampir semuanya dinyatakan bersalah dan dijebloskan ke dalam penjara.




Roger Garaudy, Filsuf Muslim


Contohnya pada peristiwa 2007 yang menimpa Ernst Zundel yang mengakibatkan dirinya di penjara selama 5 tahun.



Ernst Zundel (tokoh revisionis kelahiran Jerman)


Herbert Schaller, pengacara yang mewakilinya mengatakan bahwa semua bukti tentang adanya holocaust hanya berdasarkan pengakuan korban-korbannya, bukan atas fakta-fakta yang jelas. Kemudian, pada 1964, Paul Rassinier, korban holocaust yang selamat, menerbitkan buku memoar berjudul The Drama of European Jews yang mempertanyakan apa yang di yakini dari holocaust selama ini. Ia mengklaim dalam bukunya bahwa tidak ada kebijakan pemusnahan massal oleh Nazi terhadap Yahudi, tak ada kamar gas, dan jumlah korban tidak sebesar itu.





Herbert Schaller

Sementara itu, tentang tragedi di Auschwitz, Robert Faurisson, seorang professor literatur dari University of Lyons mengklaim bahwa penyakit tipuslah yang membunuh para tawanan, bukannya kamar gas. Pernyataan Robert Faurisson semakin diperkuat dengan penyelidikan teknis seorang ahli konstruksi dan instalasi alat eksekusi dari AS, Fred Leuchter. Fred pergi ke Auschwitz untuk melakukan penyelidikan dan mengetes tempat itu. Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut bahwa kamar gas di Auschwitz memang ada, tapi tidak mungkin digunakan untuk membunuh orang.




Prof. Robert Faurisson


Di sisi lain, para revisionis mengklaim bahwa kamar gas itu berisi zat zyklon-B untuk pengasapan pakaian agar bakteri-bakteri di pakaian mati. Jadi, tidak mungkin digunakan untuk mengeksekusi manusia.

Keraguan-keraguan revisionis bersumber dari tidak adanya dokumen Jerman yang berisi tentang rencana pemusnahan massal orang Yahudi di Eropa, seperti dokumen tentang perintah, rencana, anggaran, dan rancangan senjata untuk pemusnahan Yahudi.




Bahkan, seorang Winston Churchill, yang menulis 6 jilid karya monumentalnya, The Second World War, tidak sekalipun menyinggung adanya program Nazi untuk membantai orang Yahudi. Demikian pula Jenderal Eisenhower yang dalam tulisannya Crusade in Europe, juga tidak ada menyinggung mengenai kamar-kamar gas. Fakta yang ada hanyalah ucapan-ucapan petinggi Nazi yang menggambarkan kebencian terhadap Yahudi.




Winston Churchill


Jadi, sungguh aneh, tidak ada jejak-jejak catatan tertinggal yang dapat membuktikan kebenaran adanya pemusnahan orang-orang Yahudi oleh Hitler dan tentaranya. Jika memang benar angka korban genosida sebombastis itu (6 juta orang), tentunya akan ada kecaman yang terdata dari Paus, Organisasi Palang Merah, atau pemimpin-pemimpin dunia ketika itu.




.