Baru 42 tahun umurnya, ketika ia meninggal, tapi dalam hidup yang relatif singkat itu dia mampu jadi tokoh kontroversial. Inilah Jan Pieterszoon Coen, pemimpin VOC yang hidup dari 1587 – 1629 M. Ia dijuluki Ijzeren Jan, Jan Besi, karena kebengisannya. Artikel ini disusun bersama Jean van de Kok.
Bahkan beberapa hari sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, ia masih menyiksa anak asuhnya Sarah, yang ketahuan main serong dengan seorang pelaut. Sang pelaut dihukum mati.
J.P. Coen lahir di Hoorn, kota pelabuhan cantik di Belanda Utara, dijuluki kota VOC dan juga kota musium. Kota ini juga sarat monumen. Salah satu monumen penting di Hoorn adalah patung Jan Pieterzoon Coen yang berdiri megah di alun-alun pusat kota. Dilihat dari segi artistik, patung itu indah, namun bagi sementara kalangan, patung J.P. Coen sangat mengganggu.
Patung itu melambangkan penghormatan terhadap seorang pembantai terbesar dalam sejarah Belanda. Begitu pendapat Eric van de Beek, pemrakasa Burgerinitiatief atau Prakarsa Warga yang ingin patung itu dipindahkan dari alun-alun Hoorn ke musium.
“Bukankah Mahkamah Internasional ada di Den Haag. Jadi Belanda seharusnya menjadi negeri teladan dalam hal ini”, demikian ucap Eric van de Beek. Bukan untuk menulis kembali atau mengingkari sejarah.
Binasakan Penduduk Banda
Di masa itu, jauh sebelum ada istilah genosida J.P. Coen dipandang sebagai tokoh bertangan besi dan tidak ragu mengorbankan nyawa. Inilah yang menjelaskan nama julukannya: Ijzeren Jan, Jan Besi. Kekejamannya yang paling besar adalah membinasakan penduduk Banda, karena mereka melawan monopoli pala VOC. Mereka tidak mau hanya menjual pala pada VOC dengan harga murah.
J.P. Coen si peletak dasar Batavia dijuluki Mur Jangkung, kalau melihat patung yang dibuat menurut ukuran sebenarnya, dia tidak jangkung. Ia coba membuat Batavia seperti Hoorn, kota kelahirannya. “JP Coen dibangga-banggakan oleh pemerintah kolonial. Mulai dari jaman VOC sampai dengan masa kolonial Hindia Belanda. Bahkan gambar J.P. Coen ada di uang gulden ketika itu”, demikian jelas Dr. Liliek Suratminto, pakar VOC pada Radio Nederland.
Dia pernah lihat uang itu di Musium Bank Indonesia. Itu mencerminkan penghormatan pemerintah kolonial terhadap JP Coen. “Patung J.P. Coen di Waterlooplein, sekarang Lapangan Banteng, digusur, ketika Jepang masuk”, lanjut Dr. L. Suratminto.
Protes Patung J.P.Coen
Di Belanda patung J.P. Coen di kota kelahirannya sudah diprotes sejak lama. Protes terhadap monumen atau nama adalah gejala segala zaman, dan terjadi di berbagai tempat. Ambil contoh, tempat yang diberi nama diktator Stallin di bekas Uni Sovyet. Stallinlaan, di Amsterdam diubah menjadi Vrijheidslaan, jalan raya kebebasan.
Contoh kontroversi lain adalah monumen Van Heutsz yang terletak di bilangan perumahan mewah di Amsterdam. Berulang kali diprotes. Gubernur jendral J.B. Van Heutsz ini bertanggungjawab atas kekejaman di Aceh. Di tahun 60-an monumen ini beberapa kali dirusak.
Walaupun sudah lama diprotes baru sekarang Pemda Kotapraja Hoorn bersedia mencari kompromi. Pemda menolak memindahkan patung yang diresmikan pada 1893 itu. Tapi pada Radio Nederland J.P. Westenberg, Pejabat Pemda Bidang Seni Budaya, menjelaskan: “Mempelajari kembali siapa J.P. Coen dan apa saja ulahnya di Nusantara kala itu”.
Patung itu akan dilengkapi dengan naskah yang menjelaskan segi-segi positif dan negatif JP Coen.
Sumber: http://www.rnw.nl
.